GOLEK-GOLEK

Selasa, 29 Maret 2011

Evaluasi Psikologi Anak (USB)

BAB I PENDAHULUAN
Evaluasi berkebutuhan khusus ini disajikan dalam delapan bahasan dengan keterangan tambahan mengenai berbagai alat tes yang dibahas secara terpisah pada lima bab terakhir.
Bab I berisi penjelasan mengenai konsep dasar evaluasi psikologi, persyaratan evaluasi psikologi, tujuan evaluasi itu dilaksanakan, berikut klasifikasi dari evaluasi psikologi itu sendiri. Pada bab ini memberikan pada penjelasan mengenai apa itu psikodiagnistik, fungsi dan kegunaannya, oleh siapa saja psikodiagnostik berhak dilaksanakan, sejarah singkat, serta berbagai isu mengenai psikodiagnostik.
Bab II berisi sajian bahasan ruang lingkup psikologi. Di dalamnya, selain terdapat pembahasan mengenai dalam setting apa saja tes psikologi dapat digunakan, paparan lain berisi jenis tes psikologi yang terdiri dari tes inteligensi tes kecakapan, tes prestasi, tes kreativitas, tes kepribadian, tes minat dan bakat, tes perilaku, tes neuro-psikologi, dan tes bagi populasi berkebutuhan khusus.
Bab III secara khusus memfokuskan kajiannya pada berbagai isu mengenai inteligensi. Pembahasan mengenai hakikat inteligensi menjadi bagian pembuka dari bab ini, dilanjutkan dengan latar belakang dilakukannya studi mengenai inteligensi oleh para ahli yang dimulai oleh Alfred Binet. Pada bab ini, juga memaparkan berbagai faktor yang turut mempengaruhi dalam menentukan inteligensi seseorang. Teori dan model inteligensi yang dikemukakan para ahli di seperti willian stern, Sperman Thomson, Thorndike, dan Thurstone juga menuju bab lain yang secara spesifik akan membahas berbagai alat tes inteligensi secara terpisah satu dan lainnya.
Pada bab V akan dibahas mengenai tes menggambar orang (Draw A Man/DAM) yang diperkenalkan oleh Florence Goodenough. Pada bab ini, selain memuat paparan mengenai seperti apa alat tes ini bekerja mengukur taraf inteligensi seseorang, juga mencoba berbagai dengan para subjek dan wacana lain terkait tes menggambar orang ini.
Pada bab VI dibahas mengenai dua seri dari tes PM yaitu The Standard Progressive Matrices (SPM) dan Coloured Progressive Matrices (CP). Seperti pada bab ini turut dijelaskan mengenai bagaimana tes ini dipresentasikan/disajikan kepada subjek, prinsip-prinsip konstruksi, berbagai contoh soal yang merupakan saduran penulis dari soal aslinya kepada pembaca tentang model soal yang menjadi bagian dari alat tes ini. Instruksi, standarisasi, evaluasi jawaban, dan strategi interpretasi tes PM juga menjadi bagian yang akan melengkapi penjelasan pada bab VI ini.
Pada bab VII, menguraikan mengenai tes kematangan masus sekolah atau Nijmegse Schoolbekwaamheids Test (NST) yang Coffie. Alat tes ini adalah salah satu yang dianggap sebagai yang culture free atau bebas pengaruh budaya.
Akhirnya pada bab VIII sebagai bab terakhir, menjelaskan mengenai skala kematangan sosial vineland yang digagas oleh Edgar A. Doll seperti pada pembahasan sebelumnya, bab ini juga dibuka dengan sebuah pendahuluan yang mengantarkan para pembaca pada pemahaman mengenai seperti apa alat tes kematangan sosial ini. Kegunaan dan bentuk skala dari vineland sosial maturity scale, instruksi umumnya, cara scoring berikut contohnya, bentuk skala, periode usia, katagori bentuk skala, dan panduan wawancara bagi anak.

BAB II KONSEP DASAR EVALUASI PSIKOLOGI
  1. Perngertian
Istilah evaluasi merupakan istilah yang sering dipergunakan dalam dunia pendidikan. Istilah lainnya yang sering dipergunakan adalah tes, dan pengukuran. Istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang hampir sama, namun tetap memiliki berbagai perbedaan. Ada evaluasi yang mempergunakan tes secara intensif sebagai pengumpulan data. Tetapi harus disadari bahwa tes bukanlah evaluasi, bahkan bukan pula pengukuran. Tes lebih sempitrunag lingkupnya dibanding pengukuran, dan pengukuran lebih sempit dibandingkan dengan evaluasi. Dalam penulisan ini yang dipergunakan adalah evaluasi dengan pertimbangan lebih luas daripada istilah tes dan pengukuran.
Secara umum evaluasi psikologi bertujuan mengevaluasi perbedaan-perbeaan antara individu-individu atau antara reaksi individu yang sama situasi yang berbeda. Secara khusus evaluasi psikologi dilakukan dengan alasan-alasan :
    • Perbedaan perorangan; banyak perbedaan tindakan dan penguasaan antara manusia yang normal.
    • Digunakan untuk mengklasifikasi peserta didik; dengan acuan pada mereka untuk bisa mengambil manfaat dari berbagai jenis pelajaran sekolah yang berbeda-beda.
    • Masalah retardasi mental; Binet dan simon (1905) berhasil menemukan konsep mental age, yaitu suatu konsep yang dapat menentukan derajat kemampuan kecerdasan sebagai kapasitas dasar dalam belajar.
    • Masalah seleksi dan klasifikasi sumberdaya manusia; untuk mengetahui klasifikasi individu sesuai dengan bidang yang akan digeluti terutama dalam penerimaan karyawan, penunjukan tugas, dan promosi khususnya pekerja-pekerja tingkat tinggi.
    • Penggunaan dalam konseling; hasil bimbingan psikologi dapat dipergunakan untuk kepentingan bimbingan dan menyangkut rencana pendidikan serta pekerjaan emosi pengembangan diri dapat diketahui melalui skor-skor evaluasi psikologi.
    • Hasil evaluasi psikologi dapat digunakan oleh guru dalam rangka penempatan anak berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat memperoleh lingkungan pendidikan yang sesuai dengan potensinya.
  1. Klasikal Evaluasi Psikologi
Dipandang dari nilai, sifat dan penggunaannya evaluasi psikologi dapat diklasifikasikan berdasarkan :
    1. Objek yang dievaluasi; terdiri dari evaluasi untuk individu dan evaluasi untuk kelompok. Antara evaluasi individu dan kelompok ini memiliki perbedaan-perbedaan dalam bentuk maupun butir soalnya.
    1. Evaluasi untuk individual; pelaksaan evaluasi ini untuk kelompok.
    2. Evaluasi untuk kelompok; evaluasi ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis, dimana hasil evaluasi dapat mengaklasifikasi tingkat intelektual umum dari orang yang dievaluasi.
    1. Cara evaluasi; dilihat dari cara evaluasinya dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :
    1. Evaluasi aternatif (Ya/Tidak)
    2. Evaluasi gradual (1, 2, 3, 4)
    3. Cara penyelesaian, yaitu verbal dan non-verbal
    1. Materi evaluasi yang berhubungan dengan ini dan waktu yang disebutkan, yaitu speed test dan power test.
  1. Psikodiagnostik
    1. Pengertian Psikodiagnostik
Psikodiagnostik merupakan salah satu cara dalam bidang psikologi yang menjadi alat bantu utama untuk mencari pengertian tentang tingkah laku manusia. Memahami tingkah laku manusia dalam dalam kondisinya yang normal maupun abnormal bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan seperangakat persyaratan teoritik, metodik, dan keterampilan teknik pemeriksaan psikologi sebelum calon psikolog dapat dikatakan ”mahir” atau terampil dalam psikodiagnostik.
Psikodiagnostik adalah suatu metode yang dipakai untuk dapat menentukan kelainan-kelainan psikis para penderita agar dapat diberikan pertolongan yang lebih tepat. Psikometrik adalah bidang ilmu yang mempelajari pengukuran fungsi-fungsi dalam kapasitas psikologi individu. Psikotest adalah prosedur untuk mengukur fungsi-fungsi dan kapasitas psikologi individu.
Psikodiagnostik merupakan suatu cara untuk menegkkan diagnosa (dalam rangka pemeriksaan) yang akhirnya menjadi suatu diagnosa kepribadian. Dalam sejumlah literatur bahasa inggris, istilah psikodiagnostik diidentikan dengan personality assessment. Psikodiagnostik muncul pertama kali sebagai metode psychodiagnostic, pada tahun 1921, yang selanjutnya dikenalkan sebagai tes Rorschach. Metode ini berkembang dalam bidang klinik (psikiatris) sehingga psikodiagnostik pada saat itu diartikan sebagai suatu metode untuk menilai adanya kelainan-kelainan psikis pada seorang pasien mental (diagnosa).
James Drever (1971), dalam a dictionary of psychology memberi batasan sebagai berikut : “Psychodiagnostic the attempt to features, as in psysiognomy, cranilogy, graphology, study of voice, gait, etc.”
Dari pengertian yang dikembangkannya tampak bahwa psikodiagnostik memasyaratkan suatu media Bantu melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku atau gerak-gerak dalam konstitusi tubuh seseorang untuk memberi penilaian atas diri individu. Istilah psikotes akan lebih tepat jika diubah dengan pemeriksaan psikologik.
Psikotes atau psikoteknik seolah-olah mengandung arti seseorang melalui alat-alat tes pemeriksaan. Dengan alat-alat teknik kita memang dapat mengetahui segala hal yang berkaitan dengan peralatan tersebut atau dapat menguji suatu benda. Akan tetapi berbeda dengan manusia, sangta sulit untuk mengetahui begitu saja apa isi manusia, walaupun untuk itu sudah digunakan alat untuk menjaring dan mengukurnya misalnya tidak mungkin besarnya emosi seseorang dapat diukur.
Melalui pemeriksaan tersebut, diperoleh gambaran tentang diri seseorang dan berguna untuk menegakkan suatu diagnosa mengenai individu tersebut. Hal inilah yang dipelajari dalam lingkup psikodiagnostik.
    1. Kegunaan Psikodiagnostik
Untuk sampai pada deskripsi kepribadian, digunakan beberapa teknik dan prosedur yang sistematis yang bertujuan untuk mmperoleh data yang objektif.
Teknik-teknik tersebut antara lain, teknik wawancara observasi, analisa dokumen pribadi (otobiografi, biografi, buku harian, surat pribadi dan sebaginya), dan tes psikologik.
Terdapat lima kelompok profesi yang menggunakan psikodiagnostik, yaitu 1) psikolog, 2) psikiater, 3) petugas rekrutment dalam bidang industri dan organisasi (personel worker), 4) petugas social, 5) petugas bimbingan dan konseling (dibidang pendidikan). Adapun kenggunaannya terdapat dalam setting berikut :
      • Clinikal setting, misalnya rumah sakit, pusat kesehatan mental atau klinik-klinik konsultasi psikologis. Fokus penggunaannya adalah pada usaha mendeteksi gangguan psikis yang dialami individu (klien), serta mengukur kemampuan/kekuatan pribadi yang dimiliki individu sehingga dapat diterapkan pola terapi/treatment yang efektif baginya.
      • Legal setting, misalnya dipengadilan, lembaga permasyarakatan, dan tempat rehabilitasi lainnya yang berkaitan dengan masalah kriminal dan kejahatan, seperti pusat rehabilitas penderita narkoba dan rehabilitas anak-anak.
      • Education and Vocational Guidance, misalnya di sekolah, universitas atau pusat pelatihan, pusat bimbingan karier bidang pengembangan studi kerja.
      • Education and Vocation Selection, misalnya untuk rekrutmen di perusahaan/organisasi atau bidang pekerjaan lainnya. Untuk penentuan bidang studi (jurusan studi yang dipilih) dan sebagainya.
      • Research setting, yakni untuk kepentingan pengembangan ilmu dan pengembangan teknik serta metode psikodiagnostik. Biasanya dalam lingkup akademik/perguruan tinggi (Janis, 1969).
    1. Sejarah Singkat Psikodiagnostik
Rangkuman sejarah awal perkembngan Psikodiagnostik
2200 S.M.
:
Pemerintah kerajaan Cina mulai mengadakan tes seleksi penerimaan pegawai baru.
1862
:
Wilhelm Wund menciptakan pendulu untuk mengukur kecepatan berfikir.
1884
:
Francis Galton mengadminsitrasi test battery pertama kali untuk ribuan orang di internasional Health Exhibit.
1890
:
James Mc Keen Cattel menggunakan istilah mental di dalam menggunakan alat test battery yang diciptakan Galton.
1901
:
Clark Wissler menemukan fakta bahwa Brass Instrument tidak memiliki korelasi dengan pencapaian nilai akademik seorang individu.
1905
:
Binet dan Simon meneukan tes kecerdasan modern pertama.
1914
:
Stern memperkenalkan konsep IQ
1916
:
Lewis Terman merevisi alat tes Binet dan Simon. Lahirlah Stanfor dan Binet. Revisi alat tes ini telah dilakukan pada tahun 1937, 1960 dan 1986.
1917
:
Robert Yerkes menciptakan Army Alpha dan Army Beta untuk merekrut sukarelawan perang dunia I
1917
:
Roberth Wooworth menciptakan Personel Data Sheet, Alat tes kepribadian yang pertama.
1920
:
Rorschach Inkblot ditemukan.
1921
:
Psykological Comporation, penerbit utama alat-alat tes psikologi didirikan oleh Cattel, Thorndike, dan Woodworth.
1927
:
Edisi pertama dari Strong Vocational Interest Blank diterbitkan
1939
:
Wechler-Bellevue Intelligence Scale diterbitkan. Revisi terhadap alat tes ini dilakukan pada tahun 1955, 1981, dan 1997.
1942
:
Minnesota Multiphasic Personality Inventory diterbitkan
1949
:
Wechsler Intelligence Scale untuk anak-anak ditentukan. Revisi terhadap alat tes ini dilakukan pada tahun 1974 dan 1991.

    1. Isu Seputar Psikodiagnostika
Alat-alat tes psikologi yang digunakan untuk kepentingan psikodiag-nostika seringkali diasumsikan sebagai netral dan objektif. Akan tetapi seringkali sebagaian orang atau kelompok memandang penggunaan alat-alat tes dalam psiko-diagnostik secara skeptis. Kelompok ini memandang bahwa lat-ala psikologi sarat dengan nilai atau kepentingan satu kelompok.
Kontroversi seputar alat tes sendiri dimulai dari perbedaan rata-rata IQ antara berbagai kelompok ras dan etnis. Sebagai contoh, skore IQ orang Amerika keturunan Afrika secara rata-rata 15 poin di bwah skor IQ rata-rata orang Amerika kulit putih. Peredaan point ini dapat diturunkan sampai 7 ke point 12 ketika latar belakang sosial ekonomi diperhitungkan. Perbedaan skor membawa implikasi dalam kehidupan sosial.

Definisi Teknis dari Tes Bias
Dari perspektif teknik dan statistik, sebuah alat tes dikatagorikan sebagai bias ketika terjadi bias dalam 3 aspek yaitu bias dalam content validity, bias dalam predictive atau criterionrenalited validity dan bias dalam construc validity.
      • Bias dalam content validity
Bias dalam content validity terjadi ketika item atau subtest dalam sebuah alat tes lebih sulit untuk satu kelompok tertentu dibandingkan untuk kelompok lain ketika kemampuan dasar mereka dianggap konstan.
      • Bias dalam predictive atau criterion-related validity
Bias dalam predictive atau criterion-related validity terjadi ketika sebuah tes tidak memprediksikan kriteria yang relevan sama terhadap orang dari berbagai kelompok populasi masyarakat.
      • Bias dalam construc validity
Bias dalam construc validity terjadi ketika sebuah alat tes mengukur trait atau konstruk yang dominan untuk satu kelompok masyarakat tertentu.

Dari ketiga aspek tadi, baik secara teknis maupun statistik alat-alat tes psikologi yang ada, baik itu berupa alat tes kecerdasan alat tes bakat, maupun alat tes kepribadian, secara umum tidak menunjukkan kriteria bias terhadap satu kelompok masyarakat tertentu.
  1. Kuatifikasi dan Objektivitas dalam Pemeriksaan Psikologi
    1. Tes Psikologi
Istilah tes (berasal dari kata testum = mangkuk, untuk menguji apakah dalam campuran logam terdapat kadar emas atau perak, kouwer, 1952) mulai diperkenalkan pertama kali oleh James McKeen Cettel pada tahun 1890 (Sundberg, 1977), ketika ia memperkenalkan inilah mental tes untuk menyelidiki aspek-aspek inteligensi.
Tes adalah suatu metode untuk menjaring data berupa perilaku individu, yang dimaksud dengan situasi yang baku adalah sedapat mungkin situasi tes itu sama untuk setiap orang yang dites.
Beberapa manfaat penggunaan tes adalah diperolehnya efesiensi dalam waktu untuk mengetahui gambaran kepribadian seseorang dan hasil-hasilnya yang dapat dipadankan dengan hasil tes lain/dikomparasikan (Kouwer, 1952).

Menurut Choca (1980), secara tipikal penggunaan tes dalam pemeriksaan psikolog melibatkan dua tugas yaitu :
      • Memperoleh informasi tentang subjek malalui tes psikologi
      • Berbagi informasi dengan ahli/profesi lain yang terkait
Di dalam suatu assessment apa yang diperoleh dari situasi tes adalah suatu produk yang komplek dan dipengaruhi banyak faktor antara lain :
      • Karakteristik rangsangan tes
      • Karakteristik situasi tes
      • Karakteristik dari individualnya
Groth-Marnat (1984), menguraikan pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan bila pemeriksaan akan menggunakan tes, mengingat cukup banyak permasalahan yang dapat timbul sehubungan dengan penggunaan dan hasil evaluasi tes itu. Pertimbangan itu adalah sebagai berikut :

Orientasi Teoritik
      • Apakah pemeriksaan memahami konstruk teoritik dari hal yang akan diukur oleh tes tersebut?
      • Apakah item tes itu sudah mengarah pada deskripsi teoritik itu?
Pertimbangan Praktis
      • Bila tes itu menuntut kemampuan pemahaman membaca pada testee, apakah kemampuan testee sudah sesuai dengan taraf yang dituntut oleh tes itu?
      • Berapa banyak/lama sepantasnya tes itu diberikan sesuai dengan tujuan pemeriksaannya?
      • Apakah dibutuhkan pelatihan keterampilamn khusus untuk administrasi tes? Bila ya, bagimana hal itu dapat dipenuhi?
Standarisasi
      • Apakah populasi yang akan dites, sesuai dengan populasi ketika tes itu ditandarisasikan?
      • Apakahukuran standarisasi dari sampel sudah tepat?
      • Apakah ada norma kelompok yang spesifik?
Reabilitas
      • Apakah tes itu sudah cukup terandal? (umumnya 0,9 untuk tujuan pemeriksaan klinis 0,70 untuk tujuan riset)
      • Apakah implikasi dari sifat (trait) yang relatif konstan, metode estimasi untuk memperoleh reliabilitas dan format tes terhadap reliabiitas tes itu?
Validitas
      • Apakah kriteria dan prosedur yang digunakan untuk mencari validitas tes itu?
      • Apakah tes sudah dikonstruksikan sedemikian rupa sehingga menjadi alat ukur yang akurat?
      • Apakah te situ dapat mengahasilkan usuran yang akurat tentang konteks dan tujuan pemeriksaan?
    1. Fungsi dari tes
Menurut Kouwer (1952) terdapat tiga fungsi dari tes, yaitu :
        1. Fungsi Meramalkan
Berdasarkan hasil tes kerapkali dimungkinkan untuk mengadakan suatu prognosa, prediksi tentang sikap, tingkah laku subjek di kemudian hari. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa materi tes harus benar-benar objektif dan dapat dikuantifikasikan. Validitasnya dan reliabilitas dari tes harus dapat menaruh kepercayaan atau hasil prediksi itu.
        1. Fungsi Menggambarkan
Dalam fungsi ini, hasil tes digunakan untuk medeskripsikan kepribadian seseorang untuk tujuan-tujuan yang telah diterapkan. Dalam hal ini, institusi dan empati memegang peranan yang penting agar kita dapat mendeskripsikan aspek-aspek kepribadian subjek. Sifat pemeriksaannya tidaklah rasionl seperti halnya fungsi meramal. Juga bukan hanya kuantitatif, tetapi yang penting adalah pengertian yang sedalam-dalamnya tentang subjek yang diperiksa. Persyaratan dituntut dari pemeriksaan ini memang lebih barat daripada fungsi meramalkan.
        1. Fungsi Menemukan Diri Sendiri
Fungsi ini mencoba memberi suatu pengertian yang mendalam tentang gambaran kepribadian. Hasil tes disini dibicarakan bersama dengan subjek sehingga subjek bisa memperoleh gambaran yang cukup jelas mengenai dirinya, sifat-sifatnya, kelemahan-kelemahannya, potensi yang di miliki dan sebaginya.
    1. Syarat tes yang baik
Memalui tes akan diperoleh sejumlah informasi tentang subjek informasi yang didapat tentu saja yang objektif, relevan dan akurat. Untuk menggali semua informasi ini, dibutuhkan tes yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yakni tes harus :
  1. Valid/sahih
Valid adalah suatu ukuran untuk memprediksikan kriterium yang telah ditentukan juga merupakan suatu kekuatan hubungan antara tes dan merupakan suatu kekuatan hubungan antara tes dan kriterianya. Validitas sering pula didefinisikan sebagai :”ukuran yang benar-benar mengukur apa yang akan diukur” atau sejauh mana tes mengukur apa yang akan dimaksudkan untuk diukur. Terdapat 3 jenis tes validitas tes menurut APA (1974), yaitu :
        1. Contetent Valivity
Disini veliditas diartikan sebagai seberapa jauh tes mengungkapkan pengetahuan (kemampauan) subjek tentang suatu materi tertentu.
        1. Criterion Validity
Validasi jenis ini membicarakan relasi dari hasil tes dengan kriterium yang telah diterapkan.
        1. Construc Validity
Validasi ini bertolak dari konstruksi teoritik dan definiki suatu tes, yakni meninjau bhubungan antara hasil tes dengan konsep teoritik yang melandasinya.
  1. Reliabel/teradal
Pengertaian reliabilitas suatu tes berkaitan dengan konsistensi, reproduksibilitas dan ketelitian tes tersebut. Kalau validitas adalah hubungan antara hasil tes dengan suatu kriterium luar, maka reliabilitas adalah hubungan di dalam tes itu sendiri.
Reliabilitas dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu terpenting untuk diperhatikan menurut Kouwer (1952) adalah :
          • Stabilitas yang diperoleh dengan cara sesudah beberapa waktu lamanya subjek dites lagi dengan tes yang sama. Kedua tes tersebut kemudian dibandingkan.
          • Ekivalensi yakni membandingkan hasil tes dengan tes lain yang paralel. Hal ini dimaksud untuk menghinari faktor pengalaman yang mungkin berpengaruh dalam cara pertama. Karena pembuatan tes yang paralel memakan waktu lama, maka biasanya digunakan split-half methods atau internal consistency technique.
  1. Distandarisasikan
Dalam hal ini dimaksud agar situasi tes benar-benar sama bagi setiap subjek yang dites, sehingga hasilnya dapat dibandingkan dari subjek ke subjek yang lain, dan dari satu masa kemasa yang lain. Hal yang baku disini tentu saja relatif, tergantung dari norma atau standar yang dipakai. Yang perlu dilakukan dalam tes mencakup meteri tes, penyelenggaraan tes, cara memberi skor dan interpretasi hasil (Sumadi Suryasubrata, 1971).
    1. Tes harus objektif
    2. Tes harus komprehensif
    3. Tes harus diskriminatif
    4. Tes harus mudah digunakan dan murah
  1. Kriterium
Kriterium merupakan fakta atau kejadian yang diramalkan oleh tes itu, misalnya kebehasilan belajar, kepuasan bekerja keberhasilan dalam menempuh ujian, keberhasilan dalam mencapai prestasi tertentu, dan lain-lain.
Jenis kriterium menurut Kouwer adalah :
            1. Kriterium objektif, yakni semua fakta tentang prestasi atau erilaku yang dituntut dalam suatu tugas tertentu untuk dikatakan berhasil.
            2. Kriterium subjektif, yaitu pendapat-pendapat subjektif orang yang ahli/kompeten serta orang yang mengetahui permasalahan tertentu tentang prestasi atau perilaku yang harus dicapai.
            3. Kriterium langsung, dalam hal ini kriterium telah ditetapkan berupa bentuk perilaku, sikap atau tindakan yang nyata sebagai ukuran.
            4. Kriterium intermedier, kriterium ini berpatokan pada apa yang harus dicapai subjek selama suatu tugas dilaksanakan.
            5. Kriterium akhir, berkaitan dengan butir 3 dan 4 di atas, pada akhirnya diharapkan seseorang menunjukkan suatu prestasi dan keterampilan tertentu.
Yang perlu di ingat adalah bahwa kriterium tidak hanya ditentukan secara teoritik dan definitif. Harus ada suatu fakta lebih dulu yang dapat diobservasi untuk dapat menentukan apakah benar fakta tersebut dapat menjadi suatu patokan bagi pembentukan kriterium merupakan pekerjaan yang lama dan membutuhkan energi.
  1. Norma suatu tes
Dalam hal ini inilah norma dibenuk, sehingga diperoleh komparasi yang berarti antar individu tersebut. Data yang membentuk norma haruslah data yang representatif dari suatu populasi dimana tes tersebut dirancang untuk digunakan.
Untuk membentuk noema, skor mentah ditransformasikan pada beberapa jenis/distribusi. Biasanya berdasarkan rata-rata hitung sejumlah skor dan pengimpangan bakunya standard deviation/SD.
  1. Metode pemeriksaan kuantitatif dan kualitatif
Dalam metode ini dapat dikatagorikan dalam dua kelas utama, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pada metode kuantitatif, metode pemeriksaan dengan tes mendekati arti yang sebenarnya, karena dilakukan pemeriksaan malalui tes tertantu, untuk kemudian menginterprestasikan hasilnya.
Disamping metode kuantitatif, terdapat pula metode kualitatif dalam pemeriksaan psikologis. Bila dalam pemeriksaan kuantitatif sifatnya seolah-olah subjek tidak diikutsertakan, maka pada pemeriksaan kualitatif subjek justru diikutsertakan.
  1. Etika dalam Pemeriksaan Psikologi
Masalah etika dalam pemeriksaan psikologi berhubungan erat dengan etika bidang psikologi pada umumnya. Seorang diagnostikus tidaklah bebas begitu saja dalam menyelenggarakan suatu pemeriksaan psikologi, meskipun ia sudah cukup kompeten dan ahli dalam menggunakan seperangakat tes. Banyak persyaratan yang dituntut dan harus dipertimbangakan olehnya.
Yang menjadi permasalahan dalam etika pemeriksaan psikologi biasanya mencakup hal berikut ini :
    1. Siapa yang berhak melakukan diagnosis psikologi
    2. Siapa yang bertanggung jawab untuk mengamankan seperangkat tes
    3. bagaimana seharusnya seorang diagnotikus bersikap bertingkah laku dalam menegakan suatu diagnosa psikologi
  1. Siapa yang Berhak Melakukan Diagnosa Psikologi
Ditinjau dari segi penggunaan dan penyelenggaraannya diagnosa psikologi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
            1. Dianosa untuk keperluan pelatihan/pendidikan
            2. Dianosa mengenai prestasi belajar
            3. Dianosa dengan menggunakan tes psikologi
  1. Bagaimana seharusnya seorang diagnostikus bersikap dan bertingkah laku dalam suatu pemeriksaan psikologi
Secara ringkas hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
    1. Etika dalam tes meramalkan/memprediksikan
    2. Etika dalam tes mendeskripsikan
    3. Etika dalam tes menemukan diri sendiri
  1. Syarat untuk membentuk kemampuan dan ketrampilan psikodiagnostik
      1. Mampu membentuk raport dalam arti membangkitkan minat subjek untuk mau dan dapat bekerja sama.
      2. Mampu berempati yaitu memahami perasaan dan kebutuhan orang lain
      3. Mau membangun impretasi yang tepat
      4. Memiliki kematangan pribadi
      5. Mampu bersikap kritis
      6. Memiliki wawasan yang luas
      7. Memiliki kepekaan
      8. Mampu membentuk persepsi
      9. Mampu membntuk penyesian diri
      10. Mampu mengevaluasi diri demi efektivitas

BAB III LINGKUP TES PSIKOLOGI
  1. Jenis Tes
    1. Tes inteligensi
Tes inteligensi pada dasarnya adalah tes untuk mengungkapkan kemampuan umum intelektual seseorang.
    1. Tes Kecakapan
Tes kecakapan mengukur kemampuan-kemampuan khusus individu dan termasuk kecil/sempit dari tes kemampaun yang kemudian dibagi ke dalam dua jenis tes yaitu tes kecakapan tunggal dan tes kecakapan rangkap.
    1. Tes Prestasi
    2. Tes Kreativitas
    3. Tes Kepribadian
    4. Tes Minat dan Bakat
    5. Tes Perilaku
    6. Tes Neuropsikologi
    7. Tes untuk Populasi Berkebutuhan Khusus
  1. Skala Piagetian
  2. Mengetes Orang-orang yang Terbelakang Mental
  3. Mengetes Penyandang Cacat Jasmani
    1. Kerusakan Pendengaran
    2. Kerusakan Penglihatan
    3. Kerusakan Motorik
  4. Testing Multikultural
 

1 komentar: